waktu-waktu terbaik untuk menikmati kopi

"Placebo?"

Kopi memang selalu asik. Dia selalu ramah pada semua orang. Baik si kaya ataupun si miskin, tua ataupun muda. Ia akan selalu menjadi sahabat yang baik untuk bercengkrama.

Mau disaring atau ditubruk, rasanya tidak ada yang salah, toh semua boleh mendapatkan aroma  serta rasa pahit darinya. Meski  perdebatan dari orang-orang yang paling mengerti kopi acap kali terdengar.

"Kopi itu disaring, bukan digunting"

"Lah, kopimu itu terlalu mahal, kan sama saja. Gula sudah tersedia, kita tinggal tuang, seduh dan aduk. simple"

Ya obrolan sedikit kekanak-kanakan seperti itu mungkin pernah kita dengar.


Kamu nanya, apa hubungannya antara kopi dan bunga?
Sumber: Pixabay

Untuk beberapa orang, waktu yang tepat untuk menikmati kopi  adalah pagi hari, didampingi dengan secuil kudapan  sebagai pelengkapanya. Namun ada pula yang menikmati kopi dikala siang, saat matahari sedang panas-panasnya, "biar ngejoss kerjaan, biar ga loyo" kata beberapa teman waktu itu. 

Saya sendiri juga meminum kopi, namun bukan sebagai peminum yang maniak tentunya. Saya memilih kopi sebagai teman saat siang hari, karena banyak pekerjaan yang menumpuk sehingga saya butuh tenaga ekstra untuk mengenjot semangat, sebagai "mood booster" pikir saya.

Apalagi, pekerjaan yang saya geluti sekarang cukup erat kaitanya dengan dunia perkopian. Jadi saya harus mengetahui rasa, aroma dan kopi yang disajikan. Berapa takaran gula yang dipakai, berapa mili air yang harus dituang, semuanya harus tepat.

"Beda takaran dalam penyajian, akan menyajikan rasa yang berbeda, pun presepsi konsumen terhadap produk kita" begitu kira-kira bos memberikan arahan terkait kopi yang harus saya pahami.

maklum saja, saya memang bukan orang yang lahir, besar dan hidup dalam industri perkopian. jadi mengenai produk, kopi dan penyajiannya saya masih awam.

Maka dari itu, rasa-rasanya saya masih harus membuka mata lebar-lebar, menyendengkan telinga sekuat-kuatnya, serta mulai mengosongkan lagi gelas-gelas yang ada dikepala saya, agar dapat mengenal "sikopi"dengan lebih lagi.

Lantas, masihkah kita bisa saling mengenal?  kala perbedaan itu muncul dan mengelayuti?

Apakah masih bisa kita berbalas-balas kasih? kala gelap dan terang itu tak pernah bersatu?

Entalah, mungkin segelas kopi dengan waktu-waktunya yang terbaik, yang akan menjawab.


Kulipat kecil-kecil senyummu yang manis itu, kumasukan saku.

lalu kubawa lari.  

Dan bila sakit 'rindu' itu tiba, kutelan satu.

-Getah damar-



Comments

  1. "Beda takaran dalam penyajian, akan menyajikan rasa yang berbeda ... " Betul, ananda. Saya kurang suka minuman terlalu manis, tapi untuk kopi, perlu sedikit agak manis. Kalau kurang gula, rasanya agak aneh.

    ReplyDelete
  2. Kopi, begitulah. Bisa jadi simple, bisa juga jadi lebih detail. Kita tahunya kopi kental, kurang kental, tapi beda kekentalan beda nama...the way how to brew juga memberi peran. Why not? Kita masih bisa saling mengenal dan perbedaan itu akan selalu ada...😊

    ReplyDelete

Post a Comment

terimakasih telah membaca tulisan ini, saya sangat senang bila anda berkenan meninggalkan jejak. salam

yang lain dari getah damar