catatan perjalanan ; Menuju Raungan Sejati, mendaki Gunung Raung Via Kalibaru-Banyuwangi

"Raung Kalibaru"

Raung. Gunung dengan ketinggian 3.332 Meter diatas permukaan laut, yang terletak di timur pulau jawa, tepatnya berada di tiga wilayah kabupaten, banyuwangi, jember dan bondowoso. Gunung Raung adalah Gunung berapi aktif, dimana letusan terakhir terjadi pada tahun 2015.

Meskipun Raung adalah Gunung berapi aktif, namun pesona indahnya masih memikat para pendaki untuk datang kesana. Raung sendiri memiliki beberapa puncak, dengan rute pendakian yang berbeda pula. Namun puncak tertingginya yang bernama puncak sejati, adalah puncak yang paling banyak diminati. Ya, selain karena keindahannya, puncak sejati Raung juga dikenal memiliki rute pendakian yang extreme dan berbahaya, dibandingkan dengan rute-rute yang lain.

Karena daya tarik Gunung Raung-lah, yang membuat saya memiliki tekad untuk mengapai puncak sejatinya. Syukurlah,  pada bulan juli 2018, saya mendapatkan kesempatan untuk mendaki Gunung Raung. Kesempatan itu didapatkan setelah salah satu senior dari Organisasi Pecinta Alam tempat saya menuntut ilmu, menghubungi  dan meminta  untuk menemani beliau mendaki Gunung Raung via-Kalibaru Banyuwangi. Tentu saja, tawaran tersebut saya setujui.

Cerita perjalanan menuju Gunung Raung, dimulai dari Kota Malang. Rangkaian Kereta Api Tawang Alun dengan tujuan akhir Banyuwangi mengantarkan saya menuju Jember. Jember dipilih sebagai tempat persiapan dan titik kumpul tim sebelum berangkat menuju Kalibaru-Banyuwangi. Di jember nantinya tim harus melakukan cek kelengkapan dan persiapan segala keperluan  selama pendakian. Mulai dari kelengkapan pribadi, kelengkapan tim sampai keperluan logistik, semua dipersiapakan dan dibagi rata agar nantinya dapat melakukan pendakian dengan aman dan nyaman.


Bersiap menanti  kereta menuju Jember
Perjalanan dari Malang menuju Jember ditempuh selama 4 jam, setelah tiba di Jember, kami bertemu dengan tim yang lain dan beristirahat.
Esoknya, kami mulai berkemas, membagi keperluan logistik dan peralatan pendakian agar terbagi rata satu sama lain.
Peralatan Pendakian; carabiner dan webbing
Memilah logistik yang akan dibawa



Angkat, tata dan ikat. jangan longgar !

Siap untuk meluncur !



Setelah selesai berkemas dan menata semua carrier pada mobil,  tim pun berangkat menuju Base camp pendakian Gunung Raung, yang terletak di Desa Kalibaru Wetan-Kalibaru Banyuwangi. Kami menginap semalam disana, tepatnya di Base camp ibu Soeto. Keramahan bu Soeto membuat dingin malam  tidak terasa, Beliau mempersilahkan  masuk ke rumah untuk  beristirahat. Di base camp bu Soeto  tersedia makanan, minuman hangat, serta jasa persewaan peralatan pendakian seperti carabiner, tali, harnest dan jasa pemandu. Selain itu untuk keperluan perijinan serta administrasi dan biaya pendakian juga dilakukan di  base camp bu Soeto, karena ada petugas yang telah menemui ketua tim pendakian, dan memberikan formulir pendaftaran serta beberapa blangko, syarat-syarat pendakian yang harus diisi. Akhirnya setelah mengurus semua keperluan administrasi selesai, kami memutuskan untuk memesan teh hangat dan mie instan kuah sebagai pengisi perut malam itu. Setelah itu beristirahat untuk menjaga kondisi sebelum besok memulai hari pertama pendakian.
Base Camp Bu Soeto


keesokan harinya, kami bersiap untuk melakukan pendakian. Sarapan pagi dengan sayur sop didampingi dengan teh hangat adalah suguhan yang tepat untuk menambah tenaga, sebelum menempuh pendakian yang melelahkan. Tak lupa kami juga mengisi air pada wadah bekas air mineral berukuran 1,5 Liter sebanyak 9 botol perorang. Air yang dibawa nantinya digunakan untuk keperluan memasak dan minum. Ojek-ojek dengan biaya jasa Rp.30.000/orang, telah bersiap mengantar untuk ke tujuan pertama, yaitu rumah pak Sunarya. Rumah yang nantinya menjadi start awal pendakian dengan berjalan kaki. Namun sebelum itu, singgah terlebih dahulu di pos perijinan pendakian, yang jaraknya tidak terlalu jauh dari base camp bu Soeto. Disana akan mendapatkan pengarahan mengenai jalur pendakian, titik rawan, dan juga sedikit himbauan-himbauan yang harus ditaati selama pendakian. Setelah itu, perjalanan pun kembali dilanjutkan.

Butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai rumah pak Sunarya. Sepanjang perjalanan, hamparan kebun kopi luas menghijau, membuat segar pandangan mata. Sungai-sungai kecil yang jernih pun beberapa kali diseberangi oleh motor-motor pengojek. Motor-motor tersebuta telah dimodifikasi, sehingga dengan mudah melibas tanjakan-tanjakan yang ada.

Setelah merasakan petualangan bersama motor-motor pengojek, akhirnya tibalah  di kediaman pak Sunarya. Pak Sunarya adalah orang yang dihormati oleh warga sekitar, dan  dianggap sebagai juru kunci Gunung Raung. Kopi khas dari Gunung Raung pun disuguhkan oleh bu Sunarya setibanya disana. Aroma kopi yang kuat dan khas, membuat rasa semangat menjadi berkali-kali lipat untuk melakukan pendakian. Selesai menikmati kopi Raung yang telah disuguhkan, seluruh tim berkumpul bersama untuk berdoa sebelum memulai pendakian. Tak lupa berfoto bersama bu Sunarya sebelum memulai pendakian.




Berfoto sebelum melakukan perjalanan yang melelahkan."Senyum".

Tenang, sejuk dan Asri. Kediaman Keluarga Pak Sunarya



Perkebunan kopi masih mendominasi sepanjang perjalanan. Dimulai dari kediaman Pak Sunarya sampai menuju batas hutan sebelum Camp 1. Ya, di Camp 1 adalah tempat yang menjadi target  untuk beristirahat sejenak setelah beberapa lama berjalan. Sebelum itu, harus melalui jalan setapak yang cukup panjang. Setelah melewati kebun kopi, barulah perubahan vegetasi terasa, hutan tropis yang basah, dan pepohonan yang berlumut membuat suasana hutan yang asri dan segar terasa. Suara burung dan beberapa jenis serangga berbunyi mengiang, mengiringi sepanjang perjalanan. Beberapa kali terlihat seekor kera hitam bergelayut diantara pepohonan, menambah rasa perjalanan semakin alami.

Setelah lama berjalan, sampailah  di Camp 1. Disana beristirahat sejenak, memakan bekal makanan ringan  yang telah dibawa sebelumnya. Selepas itu setelah merasa cukup pulih tenaga, perjalanan pun dilanjutkan. Setelah menempuh +- 2 jam perjalanan, sampailah  di Camp 3. Dan diputuskan untuk mendirikan tenda dan  bermalam disana.

Selama perjalanan menuju puncak Sejati, diperlukan waktu tiga malam. Malam pertama kami  bermalam di camp 3, setelah itu  menghabiskan waktu selama dua malam di Camp 7.  Camp 7 sendiri adalah tempat Camp terakhir sebelum menuju puncak sejati Gunung Raung. Sebenarnya, masih ada dua Camp lagi yang bisa digunakan untuk bermalam dan lebih dekat menuju puncak. Namun karena jalan menuju ke Camp 8 atau pun 9 cukup terjal, maka Camp 7-lah yang lebih direkomendasikan untuk menjadi meeting point sebelum menuju ke Puncak Sejati.

Sebuah Plakat Penanda "Camp 7" PATAGA Surabaya.

Shelter Pendakian Camp 7, Asri-Tenang-Damai.


****

Saat matahari masih belum memunculkan rupanya, Pagi itu kami sudah lebih awal bangun. Pada hari ketiga pendakian bertempat di Camp 7, kami telah bersiap untuk menuju Puncak Sejati. Segala macam peralatan dan bekal telah disiapkan pada ransel-ransel yang telah dibagi rata satu sama lain, untuk memudahkan dan meringankan semua beban  yang dibawa.  Hawa dingin Raung subuh itu benar-benar menusuk tulang, sesekali angin pelan menghembus, seolah-olah hendak melemahkan niat untuk mengapai puncak. Doa-doa pun dipanjatkan untuk mengawali perjalanan, sambil menyatukan niat, tekad dan semangat. Satu-persatu berjalan beriringan menapaki jalur pendakian yang terjal.

Pelan tapi pasti, kamipun berhasil mencapai  Camp 8, berhenti untuk mengambil nafas sejenak, lalu  melanjutkan perjalanan menuju Camp 9. Jalur yang semakin terjal, dan beberapa bagian jalur yang menyempit mendominasi perjalanan kami dari Camp 7 menuju puncak. Terkadang beberapa bagian jalur disisi kanan dan kirinya terdapat jurang yang kedalamannya  bisa mencapai ratusan meter. Memandanginya saja serasa membuat dada sesak, apa lagi sampai terjatuh kedalamnya, ya, perasaan semacam itulah yang  mungkin menyeruak dipikiran. Pohon-pohon Cantigi rapat, mendominasi pepohonan disepanjang jalur pendakian, semakin ke atas semakin banyak cantigi yang ditemui, Selain ilalang dan perdu yang lain.

Puncak Bendera, puncak pertama yang berhasil kami jejaki. Setelah berhasil mencapai Camp 9 dan menanjak terjal, sampailah  di Puncak Bendera. Puncak Bendera adalah puncak pertama dari sekian deretan puncak yang menuju Puncak Sejati Gunung Raung, selain puncak 17, Tusuk gigi dan tentu saja Puncak Sejati. Setelah sampai di Puncak Bendera,  peralatan Safety-pun dipersiapkan, yang akan digunakan melewati beberapa jalur yang cukup extreme. Harnest menjadi pengaman yang wajib digunakan. Meskipun hanya menggunakan Harnest yang terbuat dari webbing, namun sudah cukup sebagai pengaman perseorangan, selain cowstail dan beberapa carabiner. 

Menegangkan. Itulah kesan yang dirasakan saat melewati jalur setelah Puncak Bendera, setapak yang kami lalui benar-benar tipis. Hanya seukuran ubin lantai kurang lebih 30 cm. Jurang-jurang menganga seperti mulut lebar yang siap menerkam sewaktu-waktu. Titik extreme 1 telah menanti. Perlahan dan bergantian satu-persatu melewatinya. Dengan menggunakan safety line yang terbuat dari webbing untuk melewati jalur yang membuat kucuran dan detak jantung menjadi deras. Demikian juga dengan titik extreme 2, dilewati dengan cara yang sama. Namun ada beberapa titik extreme yang harus dituruni dengan menggunakan cara rapelling. Dan ada satu bagian jalur yang cukup membuat ngeri, biasanya para pendaki menyebutnya dengan jalur "Shirathal Mustaqim". Setapak yang tipis, berada tepat diatas punggungan jalur, dan diapit oleh jurang disetiap sisi kanan dan kirinya, tubuh akan terasa bergoyang saat angin tiba-tiba menghembus ketika melewati jalur "Shirathal Mustaqim".
Puncak masih didepan Kapten!



Rapelling !


"Kumerenung"
-Toge-


Kering dan batuan cadas, yang tampak oleh mata saat melakukan perjalanan menuju puncak. Tak ada terlihat tanaman yang tumbuh disepanjang jalur, selain beberapa pohon cantigi yang tumbuh menyebar, dan jarang-jarang. Selepas melewati beberapa titik extreme, tibalah kami dijalur yang menanjak sangat curam. Dan  harus melalui jalur tersebut, untuk sampai ke Puncak Tusuk Gigi terlebih dahulu, lalu menuju Puncak Sejati. Selain curam, banyaknya batuan yang rapuh cukup dan  membahayakan. Jika terinjak, maka batu tersebut akan mengelinding kebawah, jika tidak berhati-hati, dapat mengenai pendaki lain yang berada dibawahnya. Selain batuan yang rapuh, salah dalam memilih jalur juga menjadi resiko yang dapat terjadi saat menuju puncak. Karena terkadang setapak yang tidak terlihat jelas membuat kebingungan. Namun beruntung, beberapa titik telah dipasang beberapa tiang pancang berwarna merah, yang sengaja dipasang sebagai bantuan acuan bagi pendaki yang akan menuju puncak.

Dan saat-saat yang ditunggu tiba, Setelah melalui perjalanan yang panjang dan melelahkan, sampailah  di Puncak Sejati Gunung Raung! merasakan haru dan bangga, bisa menjejakkan kaki di salah satu puncak dengan perjalanan yang cukup sulit di Indonesia. Rasa Syukur memang sepantasnya di ungkapkan, melihat keindahan pemandangan yang terlihat dari Puncak Sejati Gunung Raung. Rasa lelah dan takut berhasil dibayar tuntas.






Berpose setelah mencapai Puncak Sejati.
-Lintas-Generasi-
Dan pengalaman perjalanan ini tak akan pernah dilupakan. "Karenanya, setiap perjalanan adalah perjalanan Spritual, kala kita benar-benar mengingat Tuhan."



Sekian,



Salam !

Comments

  1. Keren... Tapi saya anak orad jadi jarang naik gunung apalagi ikut kegiatan GH...muehehehehehehe

    *Boker

    ReplyDelete
  2. Salut Supriyadi, terus berjuang sepanjang jalan, terus berjalan sampai keujung dunia, terus berlari sampai negeri tak bertepi

    ReplyDelete
  3. eh ternyata uda ada ceritanya hihi
    bentar aku baca dulu aaahhh #sambil siapin cemilan...komem lagi tar kalau udah kelar namatinnya wkwkkw

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak. Ini tulisan awal awal ngeblog. Hehe nubie masih

      Delete

Post a Comment

terimakasih telah membaca tulisan ini, saya sangat senang bila anda berkenan meninggalkan jejak. salam

yang lain dari getah damar